Pertamina kembali polah. Ia menaikkan harga elpiji semau gue. Saat masyarakat sedang terhimpit oleh kesulitan hidup, Pertamina nambah gencetan dengan mengatrol harga jual gas 12 kiloan dari 63 ribu jadi 69 ribu.

Price of ELPIJI 3 Kg Maintained; New Price of ELPIJI 12 Kg and 50 Kg

Jakarta, Sunday, August 24 2008 (17:30)
Effective by August 25, 2008, the retail prices for Elpiji 12 kg was rose from Rp.5.250,-/kg to Rp.5.750,-/kg (about 9,5 %) or rose from Rp. 63.000,-/canister to Rp.69.000,-/canister.
The discount of Retail price for Elpiji 50 Kg was also reduced from 15 % to 10 % or from Rp 6.878,-/kg to Rp.7.255,-/kg. This made the price of Elpiji 50 kg rose from Rp.343.900,-/canister to Rp 362.750,-/canister.

Kontan rakyat menjerit. “Gila loe ya, Min!” sungut orang-orang sambil sekenanya memanggil Pertamina sebagai Sarimin, tokoh utama ledhek munyuk yang suka keliling permukiman kumuh.

Belum lagi hati ini gelagepan dan mlongo tiada henti, kita dikecewakan oleh hilangnya pasokan elpiji di banyak tempat. Gubrak! Sudah mahal, tak ada barang pula. Sontoloyo tenan Sarimin ini. Sak kepenake wudele dewe.

Di titik ini, saya bisa merasakan kemarahan tetangga-tetangga yang tak henti ngomeli ulah bakul minyak ini.

Tak habis pikir pula saya. Bagaimana bisa negara yang kaya minyak ini tergelincir minyak di kilang sendiri. Tak habis pikir saya. Wong bahannya gratis, tinggal sedot, kok mengelola saja nggak bisa. Ndah po, gayane orang-orang Pertamina dan orang-orang migas itu kemlinthi-nya minta ampun. Mbagusi. Mereka merasa sebagai kalangan paling top. Petentang-petenteng sok hebat. Padahal nggak becus. Gaji tinggi, otak jongkok. Pinter, kaya, tapi tak punya hati. Berteknologi canggih, tapi makin kehilangan kemanusiaan. Ganti logo, ganti baju, tapi jiwanya sama saja lapuk. Mau untung sendiri, abai pada rakyat, abai pada ratusan generasi penerus yang juga punya hak atas hidup dan jagad raya ini.

Presiden SBY sampai menegur mereka? Ah, saya nggak gumun. SBY sama saja. Gertakannya gemeretak di depan pengeras suara dan media saja. Selebihnya tak punya kekuatan apa-apa. Lihat saja. Menteri jalan sendiri-sendiri. Pejabatnya rebutan menjual diri. Lihat saja. Ini bukan sekali terjadi. Para peminum minyak pasti mencari celah supaya bisa menangguk untung dari sumur bor mereka. Ditegur Presiden mah buat mereka selingan aja. Idep-idep latihan mengendalikan hawa nafsu, mumpun puasa. Latihan gundulmu itu! Situ latihan, kami yang babak belur.

Kalau Pertamina tetap nggak becus urus hajat hidup orang banyak, mending latihan jadi Sarimin aja, malah dikuntit anak-anak. “Sarimin pergi ke pasar. Jualan elpiji thung… thung… thung… e elpijinya nggeblas. Sarimin pulang ke rumah. Kompor mati. Elpiji habis. Nanak nasi tak jadi-jadi.” Hehehe, lucu kali ya kalau tokoh Sarimin itu kita ganti nama jadi Pertamin. Tanpa a. Pertamin!

Min… Min…  Kok kentutmu bau elpiji ya…