Alam raya ini luar biasa. Ide yang tak pernah habis digali. Keindahan yang tak pernah kering dinikmati. Rumah yang tak pernah sepi ditinggali. Sahabat yang setia memberi energi.

Saya sedang heran dengan sekeliling saya.

Pada teman yang suatu pagi mengeluh, “Saya tidak punya ide.” Lalu ia merangsek di meja pertemuan, dalam pertemuan kecil setiap pagi di kantor, tanpa api sama sekali. Malam seperti telah memadamkannya. Ia tidak tahu apa yang akan ia kerjakan hari itu. Mesti mencari sumber ide dari mana, tak tahu pulalah ia. Sepanjang briefing, ia hanya duduk diam. Matanya menyorot tajam, tapi kosong. Mulutnya tak punya kata-kata. Tangannya dingin seperti habis direndam hujan. Tidak mengangguk, tidak pula duduk tegak, mungkin tulang belakangnya bagai benang basah yang mati-matian diusahakan tegak.

Benarkah ide itu jauh di seberang samudera sana? Yang tak bisa dihadirkan di sini dan kini? Yang tak terjangkau? Yang muskil?

Alam raya tidak pernah pelit. Ia membagi rata cahaya, meski hanya punya satu matahari. Dan cahaya itu menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang yang paham betapa dahsyatnya energi panas yang dipancarkannya. Lalu menjadi sumber listrik, sumber kehangatan, dan sumber semangat. Semua orang berhak disinari matahari, tapi hanya sedikit yang mengunduh sinarnya untuk melipat bayangan kegagalan, kebodohan, dan kemunduran. Yang sedikit itu lalu justru menggelarnya untuk mengerek kreativitas, kecerdasan, dan kemelesatan.

Mengapa bisa datang ke tempat kerja tanpa ide? Tidakkah ketika meninggalkan rumah bertemu dengan sesuatu? Tidakkah sepanjang perjalanan bersliringan dengan berbagai-bagai rupa dan warna? Dan, tidakkah sumber pengetahuan itu terbentang sedemikian rupa sejak dari tutup botol, samak buku, kotoran lalat, pencarian manuskrip, panen budi, hingga dusta para pencoleng? Ketemu orang itu ide. Baca buku itu ide. Bunga di latar rumah itu ide. Jaksa yang pada ngrampok duit negara itu ide. Anggota DPR yang ternyata komplotan maling juga ide. Pengemis yang pura-pura kusta itu ide. Anggaran pendidikan yang baru direalisasikan 20% dari APBN itu ide. Ike, Hanna, dan Gustav, nama temen-teman saya, yang tiba-tiba mengamuk di Amerika dan Kuba, ide pula itu. Hah!

Ide tertelecek di mana-mana. Nggak percaya? Tanya Mas Arief Budiman, seorang penjual ide segar, yang berhasil mengkristalkan ide menjadi portfolio perusahaan periklanan papan atas. Di luar dia, sebelum dia, dan kelak sesudah dia, pasti banyak orang yang juga memanen buah-buah ide yang tak habis diunduh ini.

Ide itu gratis. Orang cerdas memetiknya secara gratis. Sekaligus menanam, supaya orang lain kebagian pula. Alam raya menyediakannya secara melimpah. Panenan banyak, tapi pekerja sedikit. Ide melimpah, tapi kreator sedikit.

Kalau betul-betul kehabisan ide, bukankah ini olok-olok pada kita yang katanya beriman?