ganja, hijau menghisap

ganja, hijau menghisap

Pekarangan kita bernama Indonesia. Suburnya bukan main. Sampai ada yang bilang, kayu diceblokin ke tanah saja akan bertumbuh sendiri. Tanpa perlu perawatan khusus. Tunggu saja sambil minum teh dan menikmati lagu-lagu melayu, begitu matahari terang esok pagi, panen raya siap kita gelar.

Bukan cuma padi yang bisa kita tanam di pekarangan. Juga bukan cuma jagung, alpukat, dan strawberry. Bukan cuma kelapa dan umbi-umbian. Tapi, juga ganja (Cannabis sp.)! Ups, yang bener? Apa nggak ditangkep polisi? Berikut ini penjelasan untuk judul jahil di atas:

Seminar pendek pagi ini membuka mata saya, ganja ada di pekarangan kita. Bowo Nurcahyo, teman saya yang bekerja di Pusat Laboratorium Forensik Polri, di hadapan tim penguji dan audiens di Gedung Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, berhasil mempertahankan hasil penelitiannya tentang “Keragaman Genetik Ganja (Cannabis sp.) Hasil Peredaran Gelap Narkoba di Jawa Tengah dan DIY”. Perwira polisi lulusan S1 Biologi ini berhasil menggondol gelar S2 dengan pujian nilai A.

Bowo menegaskan, ganja ada di pekarangan kita. Dari penelitian lapangan bermetore RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) terhadap ganja-ganja hasil sitaan kepolisian di lingkup Polda Jateng dan Polda DIY, selain menemukan pola acak dalam peredaran bersistem sel terpisah (pembeli, pengecer, bandar, dan kurir tidak saling kenal dan tidak saling bertemu), Bowo juga menemukan kemiripan tertinggi antaranggota kelompok alur edar sebesar 0,72. Ia mencontohkan ada kemiripan antara ganja yang disita di Sleman dengan Banjarnegara, di Karanganyar dengan Magelang.

Bowo Nurcahyo sedang mempresentasikan hasil penelitiannya

Bowo Nurcahyo sedang mempresentasikan hasil penelitiannya

“Selama ini, orang hanya tahu kalau ladang ganja itu di Aceh. Padahal, kami juga menemukan ladang ganda di Boyolali dan Cilacap,” ungkap Bowo di hadapan lebih dari 60 audiens yang menyimak presentasinya. “Bahkan, kami menemukan ganja ditanam di pot di daerah Condong Catur,” tukas seorang perwira dari Mapoltabes Yogyakarya di tempat yang sama.

Ladang ganja ada di pekarangan kita. Dan polisi, dengan menggunakan kemajuan penelitian di bidang molekular, bisa mengidentifikasi asal-usul ganja. Meski bandar yang tertangkap bilang “dari Aceh”, namun polisi bisa menelusuri titik persis ganja itu berasal. Dari ketepatan titik inilah mereka bisa mencokok tersangkanya.

Bagi saya, penelitian ini luar biasa. Meski secara umum saya menorehkan catatan khusus tentang buruknya kinerja Polri, namun terhadap upaya-upaya seperti ini saya mengangkat topi apreasiasi. Ternyata ada kerja-kerja serius dari lembaga ini yang patut kita banggakan. Bowo salah satunya. Dari kesaksian dosen pembimbingnya, Bowo adalah polisi yang tekun. Ia rajin bertanya dan meminta bimbingan. Ia juga langsung mencari dan menemukan jurnal-jurnal ilmiah yang direferensikan dosen. Pun, terhadap keterbatasan dana yang dikucurkan Mabes Polri terhadap kajian akademiknya, tak membuat Bowo surut langkah.

Setelah seminar terbatas tadi, dan seminar lanjutan yang akan digelar di internal kepilisian, menurut saya, hasil penelitian ini sangat penting untuk diseminarkan bagi publik. Ya, supaya masyarakat luas mulai peka terhadap ancaman penyalahgunaan narkoba. Ancaman itu begitu dekat nan halus, sudah di pekarangan kita.

Akan lebih sistematis pula jika hasil penelitian ini disodorkan kepada Departemen Pendidikan Nasional, agar mereka memasukkan materi ‘ilmu pengetahuan tentang pohon ganja’, misalnya, sebagai mata pelajaran resmi di sekolah. Dengan memasukkannya dalam kurikulum, anak-anak akan sedini mungkin mengenal dan mempelajari ganja serta bahan psikotropika lainnya secara lebih asyik dan menyeluruh; tidak sekadar menjadi cuilan kampanye parsial dari lembaga-lembaga partikelir.

Tak ketinggalan, perlu juga diadakan seminar khusus untuk wartawan/media massa. Wartawan perlu belajar lebih detil soal-soal seperti ini sehingga reportase yang dihasilkan tidak kering berkutat soal hukum dan kriminalitas. Ada angle lain yang bisa diangkat sebagai pembelajaran bagi publik. Dengan belajar lebih mendalam soal ganja dan narkoba, misalnya, wartawan bisa tetap kritis terhadap lembaga kepolisian sehingga selalu menguji kebenaran informasi yang hendak ditulis/disiarkannya. Tanpa sikap kritis, wartawan akan terombang-ambing oleh informasi sumir yang berujung pada kesesatan berita di masyarakat.