Doa St John de Britto

Kembang api di mana-mana. Langit gelap terpecah cahaya. Pekik terompet menyayat malam. Gempita sekali. Jalanan bersesakan. Pusat-pusat hiburan bertaburan bintang-bintang.

Semua bergembira. Detik-detik pergantian malam disepakati sebagai pergantian tahun. Pantas dirayakan sebab beda dengan malam-malam sebelumnya.

Selebrasi konsumsi pun seperti pesta suci. Banyak orang menyembah kalender baru. Litani tahun lawas masuk keranjang dosa. Ganti mereka berhala pada janji tahun baru. Demit anyar itu mereka kasih nama “resolusi”. Girang bukan kepalang mereka menemu harapan baru ini. Semoga demit itu tidak gentayangan sepanjang tahun, berujung di ujung kubur, resolusi mati tersambar petir.

Padahal, sejatinya, pesta pergantian tahun itu adalah milik para penyelenggara acara. Merekalah empunya pesta. Sudah jauh-jauh hari mereka merancang acara. Sudah jauh-jauh hari mereka tiba di tanggal 31 Desember-1 Januari. Pada penanggalan kerja mereka, sedari lama mereka sudah mencapainya. Maka, sedari itu, mereka telah mengalami tahun baru.

Para penerbit buku, contohnya. Pada buku-buku yang mereka keluarkan di bulan November-Desember, mereka sudah mencantumkan 2012 sebagai tahun terbit. Jika angka 2011 yang dicantumkan, pembaca akan berpersepsi bahwa buku yang mereka peroleh adalah buku lawas, apalagi jika pembaca mendapati buku tersebut di tahun berikutnya. Usia tahun lawas tinggal 2 bulan saja. Dengan mencantumkan tahun 2012, buku yang diterbitkan memiliki masa edar yang lebih lama. Alhasil, ia bisa memiliki waktu 14 bulan untuk tahun berikutnya, 2 bulan lebih lama dari kebanyakan bulan yang dimiliki orang-orang.

Para pencipta selalu berdiri lebih depan. Mereka membuat sesuatu yang bahkan orang kebanyakan belum membayangkannya. Sesuatu yang tidak ada mereka jadikan ada. Malam pergantian tahun yang tak beda dengan malam-malam lainnya itu mereka sulap menjadi sangat berbeda. Mereka bikin malam itu malam ratapan bagi mereka yang tak memujanya.

Para peserta pesta semalam, karenanya, pemungut saja. Mereka tinggal memetik hasilnya, menyaksikan kembang api menari-nari. Tontonan itu sudah jadi, tinggal mereka nikmati. Dan memang nikmat.

Bagi para kreator, tahun baru bisa dihadirkan kapan saja. Tahun baru bisa mereka dudukkan seturut penanggalan yang mereka rancang sendiri. Mungkin pada pertengahan tahun lalu, tahun baru ini sudah mereka masuki. Gambar pancaran kembang api sudah mereka tuangkan di layar gagasan. Tata letak panggung sudah mereka susun segagah mungkin. Para penyanyi, pembawa acara, dan sponsor telah mereka ikat saat itu. Gladi resik pun mereka gelar seawalnya.

Menilik potret itu, kita bisa membaca siapa sejatinya pemilik pesta-pesta itu. Adalah para perancang. Dalam kehidupan sehari-hari, para perancanglah yang berdiri paling depan. Karenanya, pada puncak acara, pesta itu semurninya untuk mereka. Mereka yang pantas menikmatinya.

Membandingkan itu, sungguh menggelikan ketika pada penghujung tahun masih ada yang ribut-ribut soal resolusi tahun baru. Terlambat! Mestinya resolusi diproklamasikan jauh-jauh hari seperti para perancang itu sehingga pada pergantian tahun tinggal mengerjakan. Jika tidak, resolusi baru didengungkan di malam pergantian tahun, bisa-bisa realisasinya di pertengahan tahun berikutnya. Sebab, saat mengumandangkan resolusi belum punya langkah konkret untuk melangkah. Baru girang mengucap lantang, tapi nihil aksi.

Lihat saja, mereka yang semalam histeris ingin ini-itu di tahun baru, saat ini sedang kelelahan karena begadang semalaman. Padahal, hari ini sudah tahun baru. Resolusi itu mestinya sudah dikerjakan. Menunda mengerjakan menyebabkan kesia-siaan pekikan semalam. Sementara itu, para perancang sudah berlari kencang terlebih dahulu. Bahkan, sebelum tahun lawas benar-benar berlalu, mereka telah melaju menyicil kerja tahun baru yang belum tiba. Begitu seterusnya sehingga tiap-tiap tahun menjadi tahun keberuntungan mereka. Para perancang, pencipta, inovator itu sukses karena beraksi jauh lebih cekatan sebelum orang kebanyakan bahkan memikirkannya.

Selamat bekerja.

Jogja, 1 Januari 2012

Salam hangat,

AA Kunto A

[http://www.aakuntoa.wordpress.com; aakuntoa@solusiide.com]